Sunday, April 27, 2008

Pilkada Jabar

Pilkada Jabar

Sabtu acara, setelah acara yang panitiai selesai saya bergegas untuk bersiap-siap pulang ke Bogor dalam rangka pemilu gubernur Jabar keesokan harinya. Saya berangkat bersama dua orang teman saya yang sama-sama berasal dari Bogor. Kami pulang dikarenakan kartu pemilih kami ada di Bogor sehingga kami tidak bisa ikut pemilu di Bandung

Pilkada Jabar ini merupakan pemilu pertama saya, baru kali ini saya mempunyai hak pilih untuk ikut menyuarakan apa yang saya pilih. Di dalam bus saat perjalanan sempat terlintas di pikiran saya ucapan teman sekelas saya saat saya menanyakan apakah ia akan ikut menyoblos nanti. Jawaban beliau kurang lebih adalah “ ah, buat apa nyoblos. Paling nanti pada korupsi-korupsi lagi.”. di lain kesempatan ada yang bilang “ngapain gw pulang, ngabisin ongkos aja, kalo di kasih 100 rb mw gw ikt pemilu”. Tapi, ada juga yang saat saya tanyakan hal yang serupa menjawab “Pulang dong ndra, hal kayak gini harus kita perjuangkan, kita kan dah dapet hak pilih.”. menanggapi jawaban-jawaban teman saya, saya hanya tersenyum, mungkin senyuman dengan arti yang berbeda-beda..

Pagi-pagi saya sudah berada di TPS bersama kakak dan Ibu saya, kami datang pagi-pagi biar antriannya tidak terlalu panjang, bapak saya sudah terlebih dahulu berada di TPS karena beliau termasuk panitia pemungutan. Stelah beberapa jam kami pun menonton TV dan mendengar berita tentang pilkada. Salah satunya adalah berita tentang orang yang tidak menggunakan hak suaranya. Saya jadi ingat beberapa teman saya yang tidak ikut pemilu ini. Tiba-tiba kakak saya yang kuliah di FISIP ini ngomong kurang lebih “dasar, pada gak sadar politik nih. Nanti aja kalo harga pada naek terika-teriak, ngeluh, minta turun. Tapi pas diminta nentuin pemimpin pada gak ikut”. Hhh,, terpaksa otak ini kembali berpikir, apa iya gak sadar politik? Berarti saat ini dari kalangan mahasiswa pun yang dianggap kaum intelek, kaum yang selalu menginginkan perubahan sudah tidak sadar politik.

Hhhhhh…

Yah,,fenomena apa pun yang terjadi pada pilkadaini mudah-mudahan tetap memberikan hal yang terbaik dan mampu membuat Jabar khususnya menjadi lebih baik.

Masih ada (banyak) orang baik.

Masih ada (banyak) orang baik.

12 April yang lalu, acara yang kurang lebih selama 2 bulan (mulai awal sekali) kami persiapkan, mencapai tanggal pelaksanannya. Seperti acara lainnya mulai malam hari sebelumnya tempat acara dipersiapkan, semua logistik didatangkan. Disitulah dimulai orang-orang baik berdatangan. Banyak orang yang bukan bagian dari susunan kepanitiaan (tapi masih dalam satu organisasi) membantu persiapan logistik. Ya, mereka membantu tanpa diminta, entah perasaan apa yang membuat mereka membantu, mungkin karena kami keluarga,,

Saat pelaksanaan acara, saya saat itu mendapat amanah sebagai kadiv humas acara. Dan salah satu pembicara kami adalah bapak menegpora, bapak Adhyaksa Dault. Sebelumnya saya telah menugaskan salah seorang staf humas untuk ikut menjemput Pak Adhyaksa di depan tol pastuer, bersama polisi tentunya. Namun, karena sesuatu hal orang tersebut berhalangan, dan saya yang mengmbil alih tugas itu. Satu setengah jam sebelum penjemputan saya memiliki masalah dengan polisi dan ajudan pak adhy, sebenarnya keslahn itu merupakan miss komunikasi sehingga ada kebingungan siapa nanti yang akan mengawal pak adhy. Akhirnya saya pun menghubungi pihak kepolisian, mungkin sekitar 4 orang yang saya hubungi untuk memperjelas masalah ini. Beberapa saat saya merasa bingung (mungkin stress) karena saat itu tidak ada polisi yang mengawal pak Adhy. Namun setelah coba menghubungi sana sini akhirnya masalah itu bisa diselesaikan.

Terpecahkannya masalah tersebut tidak terlepas dari kebaikan dari bapak-bapak polisi yang saya hubungi. Saya sempat berfikir, selama ini saya mendengar banyak orang yang mengatakan hal-hal yang buruk tentang polisi ataupun kepolisian. Tetapi saat itu saya memiliki kesan lain, polisi atau kepolisian tidak seburuk yang orang bicarakan. Masih ada (banyak) polisi yang baik, bahkan saya mengalaminya sendiri.

Saat berlangsung acara pun saya masih sempat bertemu orang-orang baik, baik itu dari pengisi acara maupun peserta acara. Pengisi acara begitu ramah terhadap kami dan tidak ada satu pun pengisi yang mau merepotkan kami. Begitu pun peserta, ada salah seorang peserta yang menghampiri saya kemudian tersenyum dan mengajak bersalaman. Saya tentu saja membalas senyuman itu dan menjabat tangannya. Ya, beliau merupakan salah satu peserta, tetapi bukan peserta biasa. Karena beliau telah membantu saya untuk mempublikasikan acara ini di kampus beliau. Beliau baru satu kali bertemu saya tapi begitu ramah tergadap saya, bahkan saat saya meminta tolong kepada beliau, beliau belum kenal sama sekali siapa saya.

Ada orang yang mengatakan bahwa di jaman ini susah sekali menemukan orang baik. Jika mengatakan seperti itu, maka datanglah kemari. Akan saya tunjukan bahwa masih banyak orang baik di sekitar kita. Hanya saja mungkin kebaikannya itu tidak kita perhatikan, atau mungkin karena kita belum pernah merasakan kebaikan orang tersebut kepada kita lantas kita mengatakan bahwa orang itu bukanlah orang baik.

Wednesday, April 9, 2008

Sore di Salman

15 September 2007

4 Ramadhan 1428

Duk! Tiba-tiba seorang anak kecil menabarkku. Tapi, ia tidak menangis maupun meminta maaf,ia malah tersenyum kepadaku, lalu malah berlari-lari lagi dan sengaja menabrak-nabrakkan dirinya ke orang-orang yang ada di sekitarnya. Lalu setelah itu ia kembali tersenyum kepada orang-orang yang telah ditabraknya.

Anehnya, tak ada sedikit pun rasa kesal yang hinggap di dalam hatiku meski sebentar saja. Justru aku ikut-ikut tersenyum saat dia menabrak orang lain lagi. Dan hal itu pula yang mungkin dirasakan oleh orang yang ditabraknya, mereka semua tersenyum.

Ternyata, saat itu ada banyak anak kecil di lapangan rumput Salman. Hebatnya lagi, hampir semua anak kecil itu sangat ceria dan aktif bergerak kesana-sini membuat orang tua maupun kakak-kakak pembimbingnya kerepotan karena harus mengikuti aktivitasnya. Memang, ada beberapa anak yang diam saja, tapi mungkin mereka diam karena mereka sudah merasa kelelahan bermain sejak tadi pagi. Kata hebat juga sepertinya pantas aku sematkan kepada kakak-kakak pembimbingnya. Walaupun mereka masih mahasiswa/i tapi mereka sudah dapat begitu akrab dengan ank kecil yang mereka bimbing, bahkan orang tuanya begitu percaya kepada kakak-kakak ini.

Acara berjalan ramai dan meriah. Sungguh, acara anak-anak yang seperti ini hanya bisa diadakan jika antara penyelenggara acara (dalam hal ini kakak-kakak yang tadi) dengan sang anak dan keluarganya sudah memiliki hubungan emosional yang cukup kuat. Hubungan yang tidak bisa dibuat dalam satu atau dua pertemuan, tidak bisa dirajut dengan satu atau dua permainan, apalagi dipaksakan dengan satu atau dua perintah.

Aku tersenyum lagi, melihat anak yang dengan polosnya naik ke atas panggung sendirian. Pembawa acara pun tersenyum menyadari kehadiran anak itu di atas pangung. Semua orang di tempat itu pun tidak keberatan dengan adanya anak itu di atas panggung, tidak ada yang menyuruhnya turun dari panggung, apalagi sampai memarahinya. “Lucu ya, Do”, teman di sebelahku berkomentar, aku menoleh sebentar sambil tersenyum, kemudian pandanganku kembali tertuju pada anak kecil tadi. “Jadi pengen cepet-cepet punya anak,” lanjutnya lagi. Aku kembali menoleh kali ini dengan senyum yang lebih lebar.

Jadi pengen cepet-cepet punya anak….

Aku sedikit berpikir,yang lebih seneng tuh jadi orang tua yang punya anak yang lucu seperti yang aku lihat sekarang apa jadi anak yang aku lihat sekarang ya?

Tiba-tiba pikiranku mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan

Apa anak-anak itu sadar gak ya, kalo mereka itu demikian lucunya? Lucunya mereka itu mungkin bisa ngalahin lucunya pelawak paling terkenal sekali pun

Apa anak-anak itu sadar, kalo mereka telah membahagiakan banyak orang?

Membuat banyak orang tersenyum bahkan yang tidak mereka kenal

O iya, dulu waktuku kecil aku seperti mereka gak ya? Penuh semangat dan ceria. Tapi, apa aku cuma ngerepotin n’ nyusahin aja ya?

Ah iya, dulu waktuku kecil aku tidak ingin dianggap anak kecil. Aku ingin cepat besar, ingin melakukan segalanya sendiri, tidak ingin merepotkan orang lain, ingin menjadi pilot, punya uang banyak. Pokoknya aku ingin jadi orang gede

Tapi sekarang, tahun ini sudah 18 tahun umurku, aku masih tidak bisa melakukan semuanyanya sendiri, masih merepotkan orang lain, apalagi menjadi pilot (walaupu udah gak bercita-cita jadi pilot) dan punya uang banyak.

Ah…………………

Anak-anak inilah yang mungkin akan meneruskan perjuangan-perjuanganku di masa setelahku..

Atau anak-anak ini yang akan bekerja sama denganku dalam berjuang..

Atau mungkin merekalah yang akan memperjuangkan apa yang ingin aku perjuangkan..

Hmmmm…

Aku kembali tersenyum, kali ini karena pikiran-pikiranku. Di tempat itu tidak akan ada yang bilang aku gila karena tersenyum-tersenyum terus. Karena semua orang di tempat itu sama sepertiku semua tersenyum (bahkan tertawa) penuh ketulusan.

Aku berucap dalam hati,“aku bersyukur karena pernah dilahirkan dan tidak kehilangan masa kecilku”.

Mungkin di tempat itu pun ada orang lain yang berucap dalam hati, “Aku bersyukur karena pernah dilahirkan walaupun kehilangan masa kecil, itu yang membuatku dewasa dan berbeda dari orang lain”.

“Cabut yuk, cari ta’jil buat buka”. Aku dan teman-temanku berjalan menutup sore berkesan itu.

Saturday, April 5, 2008

Idola Cilik Vs Peter Pan

Sekedar catatan, bahwa peter pan disini bukanlah nama group band.

Mungkin satu atau dua minggu yang lalu, saya menonoton film berjudul Hook (saya pikir ini sekuelnya film Peter Pan). Tokoh utama dalam film ini adalah Peter Banning, yaitu Peter Pan yang telah tumbuh dewasa. Dalam film itu sempat disebutkan bahwa Peter Pan tidak ingin menjadi dewasa karena menurutnya orang dewasa itu hanyalah penjahat (pembajak), sehngga pada awalnya Peter Pan ingin terus menjadi anak kecil dan tinggal di Neverland. walaupun pada akhirnya ia menjadi dewasa (secara usia) karena menyukai seorang gadis di bumi.

Setelah menonton film itu saya kebetulan melihat acara Idola cilik di salah satu stasiun TV swasta. Walaupun tidak mengikuti acara itu sampai habis, tetapi saya sempat mendengar beberapa lagu yang dinyanyikan oleh para (calon) idola cilik di acara tersebut. Setelah menonton acara tersebut (walaupun tidak sampai selesai), saya baru tersadar ternyata sebagian besar (munkin 80 atau bahkan 100 persen) lagu yang dinyanyikan oleh para idola cilik tersebut, bukanlah lagu yang daat dikatagorikan sebagai lagu anak-anak (baca: cilik). Karena itu saya tertarik dan mencoba menontonnya lagi, tetapi setelah mencoba berhari-hari saya hanya sempat melihat sekilas-kilas dan tidak pernah menonton dari awal sampai akhir. namun, bisa saya simpulkan bahwa lagu anak-anak maupun lagu daerah jika dibandingkan dengan lagu yang romantis maupun melankolis sangat jauh perbandingannya. para juri acara tersebut pun hanya menilai dari kostum, aksi panggung dan vokal, tetapi tidak ada yang menilai dari isi lagu yang mereka bawakan apakah cocok untuk mereka atau tidak. ya, mungkin karena itu memang acara lomba hiburan sehingga hanya aspek itu saja yang penting.

mungkin sedkitnya lagu anak yang dinyanyikan pada acara tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan di masa ini. Saya ingat dulu saya dan kakak saya sering menyanyikan lagu bintang kejora sedangkan saat ini saya lebih sering mendengar anak-anak seumuran saya saat menyanyikan bintang kejora, menyanyikan lagu TTM atau munajat cinta. Jika dulu ada Joshua, Meisy, Trio Kwek Kwek mungkin saat ini saya pun akan kesulitan menyebutkan nama penyanyi cilik yang terkenal saat ini. Mungkin hal ini membuat anak-anak lebih senang menyanyi lagu-lagu romantis dan melankolis. dan pasti sedikit banyak mempengaruhi kondisi psikologis mereka, mereka mungkin lebih cepat dewasa (mengerti) tentang hal-hal yang terdapat dalam lagu mereka.

hal ini yang membuat saya berfikir jika Idola cilik yang mungkin "sudah tidak cilik" disandingkan dengan Peter Pan yang tidak ingin dewasa maka apa jadinya ya, tentu sangat bertentangan. Ya, segala sesuatunya pasti 'indah pada waktunya' (lagunya delon bukan ya?). kita tentu tidak boleh menjadi anak-anak selamanya tapi tak terlalu baik juga untuk dewasa terlalu cepat. tetapi tentu untuk saya saat ini haruslah menjadi orang yang dewasa.

Yah,apa pun keadaannya satu yang pasti. Para "Idola Cilik" tersebut, saya, dan bahkan Peter Pan sekalipun semakin lama akan semakin tua, tanpa ada jaminan bahwa "idola cilik", saya dan Peter Pan akan menjadi semakin dewasa. Seperti tokoh Peter Banning dalam film Hook tersebut

Demi Peradaban Islam

Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan untuk menjadi salah seorang dari lima orang untuk menjadi panitia inti sebuah acara. Tugas panitia inti adalah untuk menyusun konsep dasar acara sebelum akhirnya nanti dijalankan oleh panitia besar. Beberapa hari setelah menjadi panitia inti tersebut, ada hal yang membuat saya tertarik, bukan..bukan konsep acara yang kami buat. Tapi isi sms dari salah seorang panitia inti yang lain.

Isi smsnya secara umum memang standar, hanya berisi informasi, pembagian tugas, ataupun jarkom. Tetapi yang membuat sms itu menarik ada pada penghujung smsnya, yaitu kalimat DEMI PERADABAN ISLAM. Awalnya saya hanya tersenyum membaca kalimat tersebut. Tapi, setelah beberapa kali menerima kalimat yang sama akhirnya membuat saya mau tidak mau jadi berfikir. Ternyata selama ini saya (dan mungkin kita) dalam membuat acara hanya memikirkan aspek-aspek yang kecil saja, sebuah acara hanya diartikan untuk memenuhi amanah, memenuhi program kerja, atau hanya untuk menarik banyak massa. Selama ini saya memang masih memikirkan kualitas acara yang saya panitiai, tetapi saya tidak pernah berpikir bahwa acara yang saya buat itu (seharusnya) bisa menimbulkan efek yang sangat besar.

Saya tidak pernah berpikir acara yang saya panitiai biasa berperan lebih besar dari yang terlihat, tidak pernah berpikir bahwa acara yang saya panitiai bisa menjadi salah satu batu bata dalam membangun tembok peradaban yang kokoh. saya tidak pernah berpikir sebesar dan sejauh itu.

Karena itu saya ingin beterima kasih kepada orang yang telah mengirimkan sms tersebut, sms tersebut telah membuka mata saya. bahwa acara yang saya panitiai ternyata bisa berperan besar. bahkan, bukan hanya acara, perilaku saya sehari-hari mungkin juga bisa menjadi salah satu bata dalam tembok peradaban tersebut. Atau mungkin perilaku saya lah yang akan menghancurkan tembok tersebut. karena itu sekali lagi saya ingin berterima kasih sekali lagi karena sedikit banyak itu membuat perubahan dalam pola pikir maupun perilaku saya.

Ya.... janji itu sepertinya segera datang. Mungkin belum dekat, tetapi tentu semakin mendekat (kata-kata dari film 'Kiamat Sudah Dekat'). Semakin banyak orang yang memikirkannya dan semakin banyak pula yang mengusahakannya. ya,, janji bahwa islam akan kembali berdiri tegak di bumi ini.
Karena itu, yuk kita (saya tentunya) singsingkan lengan baju ini, ikut berusaha..

Semangat saudaraku (dan aku tentunya)!!!!
DEMI PERADABAN ISLAM

sekedar pengantar

Assalamu'alaikum saudara/i muslim semua,

terdorong dari rasa gak mau kalah dari temen-temen lain yang sudah lebih dulu bikin blog akhirnya jadi juga niatan bikin blog (hehe..).enggak sih, bukan karena itu, udah lama sebernya punya niatan untuk membuat sebuah karya dalam hal tulisan (entah cerpen, novel, buku ataupun jurnal). tapi ya, ide selalu mentok, bahan cuma punya sedikit, pilihan kata-katanya juga masih belum tepat.
Ya, jadi mudah-mudahan blog ini bisa jadi sarana latihan buat saya, saran untuk bertukar informasi dll. mudah-mudahan blog ini juga bermanfaat buat semua orang pernah membacanya.