Wednesday, April 9, 2008

Sore di Salman

15 September 2007

4 Ramadhan 1428

Duk! Tiba-tiba seorang anak kecil menabarkku. Tapi, ia tidak menangis maupun meminta maaf,ia malah tersenyum kepadaku, lalu malah berlari-lari lagi dan sengaja menabrak-nabrakkan dirinya ke orang-orang yang ada di sekitarnya. Lalu setelah itu ia kembali tersenyum kepada orang-orang yang telah ditabraknya.

Anehnya, tak ada sedikit pun rasa kesal yang hinggap di dalam hatiku meski sebentar saja. Justru aku ikut-ikut tersenyum saat dia menabrak orang lain lagi. Dan hal itu pula yang mungkin dirasakan oleh orang yang ditabraknya, mereka semua tersenyum.

Ternyata, saat itu ada banyak anak kecil di lapangan rumput Salman. Hebatnya lagi, hampir semua anak kecil itu sangat ceria dan aktif bergerak kesana-sini membuat orang tua maupun kakak-kakak pembimbingnya kerepotan karena harus mengikuti aktivitasnya. Memang, ada beberapa anak yang diam saja, tapi mungkin mereka diam karena mereka sudah merasa kelelahan bermain sejak tadi pagi. Kata hebat juga sepertinya pantas aku sematkan kepada kakak-kakak pembimbingnya. Walaupun mereka masih mahasiswa/i tapi mereka sudah dapat begitu akrab dengan ank kecil yang mereka bimbing, bahkan orang tuanya begitu percaya kepada kakak-kakak ini.

Acara berjalan ramai dan meriah. Sungguh, acara anak-anak yang seperti ini hanya bisa diadakan jika antara penyelenggara acara (dalam hal ini kakak-kakak yang tadi) dengan sang anak dan keluarganya sudah memiliki hubungan emosional yang cukup kuat. Hubungan yang tidak bisa dibuat dalam satu atau dua pertemuan, tidak bisa dirajut dengan satu atau dua permainan, apalagi dipaksakan dengan satu atau dua perintah.

Aku tersenyum lagi, melihat anak yang dengan polosnya naik ke atas panggung sendirian. Pembawa acara pun tersenyum menyadari kehadiran anak itu di atas pangung. Semua orang di tempat itu pun tidak keberatan dengan adanya anak itu di atas panggung, tidak ada yang menyuruhnya turun dari panggung, apalagi sampai memarahinya. “Lucu ya, Do”, teman di sebelahku berkomentar, aku menoleh sebentar sambil tersenyum, kemudian pandanganku kembali tertuju pada anak kecil tadi. “Jadi pengen cepet-cepet punya anak,” lanjutnya lagi. Aku kembali menoleh kali ini dengan senyum yang lebih lebar.

Jadi pengen cepet-cepet punya anak….

Aku sedikit berpikir,yang lebih seneng tuh jadi orang tua yang punya anak yang lucu seperti yang aku lihat sekarang apa jadi anak yang aku lihat sekarang ya?

Tiba-tiba pikiranku mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan

Apa anak-anak itu sadar gak ya, kalo mereka itu demikian lucunya? Lucunya mereka itu mungkin bisa ngalahin lucunya pelawak paling terkenal sekali pun

Apa anak-anak itu sadar, kalo mereka telah membahagiakan banyak orang?

Membuat banyak orang tersenyum bahkan yang tidak mereka kenal

O iya, dulu waktuku kecil aku seperti mereka gak ya? Penuh semangat dan ceria. Tapi, apa aku cuma ngerepotin n’ nyusahin aja ya?

Ah iya, dulu waktuku kecil aku tidak ingin dianggap anak kecil. Aku ingin cepat besar, ingin melakukan segalanya sendiri, tidak ingin merepotkan orang lain, ingin menjadi pilot, punya uang banyak. Pokoknya aku ingin jadi orang gede

Tapi sekarang, tahun ini sudah 18 tahun umurku, aku masih tidak bisa melakukan semuanyanya sendiri, masih merepotkan orang lain, apalagi menjadi pilot (walaupu udah gak bercita-cita jadi pilot) dan punya uang banyak.

Ah…………………

Anak-anak inilah yang mungkin akan meneruskan perjuangan-perjuanganku di masa setelahku..

Atau anak-anak ini yang akan bekerja sama denganku dalam berjuang..

Atau mungkin merekalah yang akan memperjuangkan apa yang ingin aku perjuangkan..

Hmmmm…

Aku kembali tersenyum, kali ini karena pikiran-pikiranku. Di tempat itu tidak akan ada yang bilang aku gila karena tersenyum-tersenyum terus. Karena semua orang di tempat itu sama sepertiku semua tersenyum (bahkan tertawa) penuh ketulusan.

Aku berucap dalam hati,“aku bersyukur karena pernah dilahirkan dan tidak kehilangan masa kecilku”.

Mungkin di tempat itu pun ada orang lain yang berucap dalam hati, “Aku bersyukur karena pernah dilahirkan walaupun kehilangan masa kecil, itu yang membuatku dewasa dan berbeda dari orang lain”.

“Cabut yuk, cari ta’jil buat buka”. Aku dan teman-temanku berjalan menutup sore berkesan itu.

No comments: